Selasa, 27 November 2012

PGRI Perjuangkan Nasib 2.000 GTT

KEBUMEN - Pengurus PGRI Kabupaten Kebumen berusaha memeperjuangkan nasib sekitar 2.000 guru tidak tetap (GTT) yang kini mengabdi di berbagai sekolah pada jenjang pendidikan dasar, lanjutan pertama dan lsnjutan atas.
"Kami berharap 2.000-an lebih guru yang saat ini belum diakui pemerintah segera dikaui dan diperhatikan kesejahteraannya. Bagaimana pun sekolah  sangat membutuhkan teaga GTT, karena guru negeri masih kurang", tandas Wakil Ketua PGRI Kebumen, Kadar, S.Pd. M.Pd, di Aula Serba Guna Kecamatan Kuwarasan, kemarin.

Dalam resepsi Hari Guru yang digelar PGRI Cabang Kuwarasan itu dihadiri Camat Triyono, SH, Kepala UPTD Tukijan, S.Pd, Ketua PGRI Kuwarasan Sujadi serta pengusaha yang peduli pendidikan asal Desa Serut, Kuwarasan, Tunggul. Pagi hari diisi jalan sehat yang diikuti sekitar 4000-an guru anggota PGRI se- Kuwarasan.
Menurut Kadar, nasib 2.000 GTT tersebut harus diperhatikan. PGRI mendesak Pemkab mengakomodasi dan memperjuangkan status guru tidak tetap itu. Bahkan PGRI juga meminta agar BKD Kebumen memperjuangkan nasib GTT Ke Pusat agar ribuan guru stesebut segera diakui dan diproses menjadi CPNS
(Suara Merdeka, 27 Nopember 2012)

Rabu, 14 November 2012

Usulan PGRI Untuk Tenaga Pepustakaan dan Laboran

   

Baru sekarang ini saya posting tentang usulan PGRI untuk Tenaga Perpustakaan dan Laboran yang dipaparkan Bapak Agus Setiadi selaku Ketua PGRI Kebumen dalam Rapat Dengar Pendapat FK GTT-PTT Kebumen yang berlangsung di Hotel Candisari, Kebumen (6/11/2012). Sebelumnya beliau telah memaparkan usulan PGRI untuk Guru Honorer yang saya posting minggu lalu. Ada 6 usulan yang saya catat ketika pemaparan tersebut yang ditayangkan lewat layar proyektor. Berikut usulannya :
  1. Pengangkatan CPNS Pustakawan dan Laboran
  2. Pembinaan Kompetensi
  3. Pengangkatan Tenaga Honorer Perpustakaan dan Laboran sebagai Tenaga Tidak Tetap (TTT), bagi mereka yang tidak bisa sebagai CPNS.
  4. Pustakawan dan Honorer memperoleh penghasilan minimal.
  5. Perpanjangan BUP TAS dari 56 menjadi 58.
  6. Penghargaan dan Perlindungan.
Tentang BUP TAS dari 56 menjadi 58 tidak diterangkan secara rinci dan jelas. Saya berharap semoga ada realisasi dan langkah nyata dari pemerintah atas usul PGRI ini. 
 
Sumber : FK GTT Sempor

Selasa, 13 November 2012

"Keprihatinan PGRI Terhadap Guru Honorer"


Ketua PGRI lagi-lagi menyampaikan keprihatinannya atas kebijakan terhadap guru honorer. Belum adanya langkah pemerintah yang nyata dalam memperhatikan kesejahteraan guru honorer. Dalam kegiatannya di Universitas Sa­nata Dharma Yogyakarta (12/11/2012) menurut Sulistyo, PGRI sa­ngat prihatin atas sejumlah kebijakan tentang guru honorer. Saat ini semua kabupatren/kota ke­ku­rangan guru SD yang pe­ga­wai negeri sipil (PNS). Ke­ku­rangan itu diisi oleh guru honorer tapi mereka tidak memperoleh perhatian yang mema­dai, baik aspek kepegawaian mau­pun kesejahteraan.

Harapan menjadi PNS tampaknya sulit terwujud karena pemerintah berkali-kali menyatakan tidak akan mengangkat mereka menjadi PNS. ”Mung­kin benar karena PNS memang bukan hadiah dan warisan. Tapi pola perencanaan kebutuhan dan pemenuhan guru PNS sa­ngat tidak jelas, padahal kekurangan sangat banyak.”

Dia juga menyatakan PGRI saat ini sedang mengusulkan agar guru honorer yang penuh waktu dan prestasinya baik di­perlakukan setara dengan PNS, termasuk kesejahteraannya.

”Saya pernah terlibat diskusi keras ketika Men-PAN menga­ta­kan tidak aka ada peng­ang­katan guru honorer setelah 2006. Saya menyimpulkan, data pemerintah tentang guru honorer sangat minim dan memprihatinkan. Karena itu, saya me­minta pemerintah, khususnya Men-PAN, agar kebijaksanaannya diumumkan agar diketahui oleh guru biar guru bisa protes keras,” katanya.

Guru Tidak Terpecah Belah

Suara Merdeka 13 November 2012
Tak Dihalangi Bentuk Organisasi

YOGYAKARTA - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo menyatakan tidak bisa menghalangi seseorang membuat kelompok atau organisasi guru, tapi tidak semua organisasi guru dapat disebut sebagai organisasi profesi.
Menurutnya, organisasi guru disebut organisasi profesi kalau me­menuhi persyaratan seperti da­lam Undang-Undang Guru dan Dosen, misalnya ada ko­­de etik dan dewan kehormatan.
Sulistiyo menyatakan hal itu sebagai penjelasan berita Suara Merdeka (12/11). ”Berita yang menyatakan sekarang banyak or­ganisasi atau kelompok yang mengaku sebagai organisasi guru, bisa menimbulkan salah paham seolah-olah guru terpe­cah-belah,” kata anggota De­wan Perwakilan Daerah Re­publik Indonesia (DPD RI) itu, seusai berbicara di Universitas Sa­nata Dharma Yogyakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, guru sebagai profesi memang berbeda dari tenaga kerja yang lain. Se­bagai profesi, guru memerlukan or­ga­nisasi profesi. Bahkan dalam Pa­sal 41 ayat 3 UU Guru dan Do­sen disebutkan, guru wajib menjadi anggota profesi. Organisasi profesi itu harus diatur seperti organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk profesi dokter yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran. PGRI, lanjutnya, sedang menyiapkan diri untuk menjadi orga­ni­sasi profesi guru yang baik, misalnya dalam penegakan kode etik.
Mulai 2013 guru akan diwajibkan melaksanakan kode etik. PGRI sudah memiliki kode etik sejak 1973 tapi UU Guru dan Dosen baru mewajibkan sejak 2005. Karena itu, kata Sulistiyo, dalam Kongres XX PGRI 2008 PGRI merumuskan kode etik yang lebih lengkap dan terinci se­suai dengan tuntutan zaman de­ngan melibatkan semua komponen.
Guru Honorer
Menurut Sulistyo, PGRI sa­ngat prihatin atas sejumlah kebijakan tentang guru honorer. Saat ini semua kabupatren/kota ke­ku­rangan guru SD yang pe­ga­wai negeri sipil (PNS). Ke­ku­rangan itu diisi oleh guru honorer tapi mereka tidak memperoleh perhatian yang mema­dai, baik aspek kepegawaian mau­pun kesejahteraan.
Harapan menjadi PNS tampaknya sulit terwujud karena pemerintah berkali-kali menyatakan tidak akan mengangkat mereka menjadi PNS. ”Mung­kin benar karena PNS memang bukan hadiah dan warisan. Tapi pola perencanaan kebutuhan dan pemenuhan guru PNS sa­ngat tidak jelas, padahal kekurangan sangat banyak.”
Dia juga menyatakan PGRI saat ini sedang mengusulkan agar guru honorer yang penuh waktu dan prestasinya baik di­perlakukan setara dengan PNS, termasuk kesejahteraannya.
”Saya pernah terlibat diskusi keras ketika Men-PAN menga­ta­kan tidak aka ada peng­ang­katan guru honorer setelah 2006. Saya menyimpulkan, data pemerintah tentang guru honorer sangat minim dan memprihatinkan. Karena itu, saya me­minta pemerintah, khususnya Men-PAN, agar kebijaksanaannya diumumkan agar diketahui oleh guru biar guru bisa protes keras,” katanya. (C19-60)